Blog
Adhyatmika Inspirasi Filmmaker Muda Indonesia
- July 17, 2013
- Posted by: IDS | International Design School
- Category: Articles
Teman-teman pecinta dunia film, sudah tahukah bahwa banyak generasi muda Indonesia yang telah mencetak prestasi di kancah mancanegara? Salah satunya adalah pemuda yang akan kita bahas karya dan prestasinya di postingan kali ini. Let’s us introduce a very talented young man named Adhyatmika. Pria yang masih berusia 23 ini adalah sosok dibalik peraih penghargaan sebuah kompetisi film pendek tentang demokrasi. Tidak tanggung-tanggung hadiah dari kompetisi ini adalah nge-date dengan Hillary Clinton, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat di Washington DC!
Karyanya yang berbau dark comedy berjudul “Democracy Is Yet To Learn” berhasil mengelupas makna demokrasi di berbagai sudut pandang yang dikemas secara jujur, nyata, dan dapat menjadi gambaran masyarakat Indonesia saat ini. Usaha Mika untuk menghasilkan karya ini sukses menempatkannya diantara jajaran 5 pemenang lainnya, mengalahkan lebih dari 700 video dari 86 negara. “Indonesia bukan negara yang sarat akan isu korupsi dan terorisme seperti sangkaan negara barat selama ini. Kami adalah negara demokrasi, kami sedang mengusahakan berjalannya itu, dan sejauh ini berjalan ke arah yang positif. Ada pesan yang ingin disampaikan melalui film ini dan aku berharap Hillary melihatnya,” ujarnya seperti dikutip oleh The Jakarta Globe.
Passion Adhyatmika terhadap film sudah nampak dari bangku SMA saat menghasilkan sebuah film pendek berjudul “10.000 kaki”. Film ini bercerita tentang seorang anak yang terobsesi untuk naik pesawat. Beruntung bagi Mika, ia mendapat dukungan penuh dari orang tua sehingga melanjutkan jenjang pendidikan lebih tinggi di jurusan yang sesuai dengan minatnya.
Mika mengikuti kelas di IDS | International Design School (dahulu masih bernama Digital Studio College) yang pada waktu itu baru memiliki program short course film dengan berfokus pada program dokumenter dan music video pada tahun 2006. Setelah itu ia melanjutkan jenjang pendidikan perfilmannya di The Puttnam School of Film, Lasalle College of The Arts, Singapore. Karyanya telah terbukti mampu bersaing di ajang internasional. Filmnya yang lain berjudul “It Could Have Been a Perfect Word”, sebuah film pendek yang digarap selama 3 hari dan berbudget kurang dari USD 200, juga ikut serta dalam festival film internasional di Singapura.
Bagi Mika, IDS menjadi stepping stone yang berharga karena dengan pengalamannya saat mengikuti pembelajaran membuat ia lebih maju beberapa tahap daripada teman-teman kuliahnya. Mika berkata, “Staff pengajar IDS adalah akademisi dan praktisi dunia perfilman. Mengapa pengajar dari dua sisi ini menjadi penting, karena pengajar akademisi mengajar kelas teori film yang menjadi pendidikan dasar film terutama dalam membuat konsep, dan praktisi memberikan pengalaman, tips dan trik yang mereka peroleh di lapangan. Bagi saya struktur pembelajaran di IDS dapat menjadi bekal berharga bila anda ingin menjadi filmmaker.”
Saat ini Mika telah menyelesaikan proyek sebuah film omnibus pertamanya yang akan ditayangkan akhir tahun ini di bioskop dan juga film lainnya yang berjudul Akar Dari Enam. Selain masih aktif membuat karya lainnya, Mika saat ini juga sering diundang sebagai pembicara talkshow atau workshop mengenai film. Ia berkesempatan hadir di Graduation Show mahasiswa IDS | International Design School sebagai pembicara bersama dengan Pandu Birantoro, pemuda Indonesia yang terlibat di produksi serial Smallville. Bertajuk “The Bodyworks of Adhyatmika”, acara ini berlangsung pada hari Jumat, 19 Juli 2013 di kampus IDS. Kapan lagi bisa ngabuburit, nonton film, dan buka bersama dengan film maker-nya? Untuk info lebih lanjut silakan klik disini.
written by: Jessica Harsya