Blog

BAGIKAN

Hidden Gem: 8 Film Indie yang Mungkin Terlewat dari Daftar Tontonanmu

film indie

Bosan dengan film mainstream? Saatnya menyelami dunia film yang lebih personal dan mendalam! Film indie sering kali menjadi ruang kreatif bagi para pembuat film untuk bereksperimen dengan ide-ide orisinal yang tidak selalu sesuai dengan selera arus utama. Meskipun mereka mungkin tidak mendapatkan perhatian besar seperti film-film Hollywood, film-film indie ini sering kali menawarkan pengalaman yang mendalam, emosional, dan menyegarkan. Sayangnya, banyak dari film-film ini sering terlewatkan oleh para penonton. Berikut adalah delapan film indie yang mungkin belum kamu tonton, namun layak mendapatkan perhatianmu.

Alcarràs 2022

film alcarràs 2022

Alcarràs adalah film drama tahun 2022 yang disutradarai oleh Carla Simón. Film ini mengisahkan keluarga petani Solé di desa kecil Catalonia, Spanyol, yang telah bergantung pada pertanian persik selama beberapa generasi. Konflik muncul ketika pemilik tanah memutuskan untuk menggantikan ladang persik mereka dengan panel surya, memicu krisis ekonomi dan emosional dalam keluarga tersebut. Bagi Quimet, sang kakek, tanah ini memiliki nilai historis dan sentimental, sementara generasi muda lebih terbuka terhadap perubahan.

Tema utama film ini mencakup perubahan sosial dan ekonomi yang datang dengan modernisasi, terutama di komunitas pedesaan. Panel surya menjadi simbol pergeseran dari cara hidup lama ke dunia modern yang lebih praktis. Film ini juga menggambarkan nilai keluarga dan warisan, terutama bagaimana generasi tua dan muda memiliki pandangan yang berbeda tentang pentingnya tanah tersebut.

Selain itu, Alcarràs menyoroti hubungan mendalam manusia dengan alam. Keluarga Solé, seperti banyak keluarga petani lainnya, memiliki keterikatan emosional dengan tanah yang mereka garap. Namun, tekanan dari globalisasi dan proyek komersial mulai menggerus hubungan ini.

Secara visual, Simón menggunakan pendekatan realistis dengan sinematografi yang indah, menangkap lanskap pedesaan Catalonia. Akting para pemain non-profesional menambah keaslian cerita, memberikan kesan bahwa penonton sedang menyaksikan kehidupan nyata.

Film ini mendapatkan sambutan hangat dari kritikus, memenangkan penghargaan Golden Bear di Festival Film Berlin 2022. Alcarràs menawarkan refleksi mendalam tentang ketegangan antara tradisi dan modernitas, serta hubungan manusia dengan alam dan keluarga, menjadikannya salah satu film indie yang patut ditonton.

The Wailing (2016)

the wailing

The Wailing, disutradarai oleh Na Hong-jin, adalah film horor thriller asal Korea Selatan yang memadukan unsur supernatural, misteri, dan ketegangan psikologis. Film ini bercerita tentang sebuah desa kecil di Korea yang tiba-tiba mengalami serangkaian kematian misterius setelah kedatangan seorang pria asing. Para penduduk desa mulai terjangkit penyakit yang membuat mereka bertindak agresif dan gila, diikuti dengan kematian brutal.

Cerita berpusat pada Jong-goo, seorang polisi lokal yang awalnya skeptis tetapi kemudian terlibat secara pribadi setelah putrinya sendiri mulai menunjukkan gejala-gejala yang sama. Dalam usahanya untuk menyelamatkan putrinya, Jong-goo mencari bantuan dari seorang dukun dan seorang pendeta, yang membawa unsur-unsur kepercayaan tradisional Korea dan agama ke dalam narasi.

Salah satu aspek paling mencolok dari The Wailing adalah atmosfer ketegangannya yang mendalam, dibangun melalui visual yang kelam dan narasi yang penuh teka-teki. Film ini menantang penonton dengan mencampurkan elemen horor psikologis dan supernatural, serta memadukan kepercayaan lokal dengan ketakutan modern. Sutradara Na Hong-jin secara cerdas menggunakan simbolisme, mengaburkan batas antara realitas dan halusinasi, yang memunculkan pertanyaan tentang siapa atau apa yang benar-benar bertanggung jawab atas malapetaka di desa tersebut.

Tema yang diangkat dalam The Wailing meliputi ketidakberdayaan manusia di hadapan kekuatan supernatural, serta eksplorasi terhadap ketakutan dan paranoia yang merasuki masyarakat saat mereka dihadapkan dengan hal yang tidak dapat dijelaskan.

Film ini mendapatkan pujian luas karena penyutradaraannya yang apik, visual yang memikat, dan cerita yang penuh misteri. The Wailing berhasil menjadi salah satu film horor terbaik Korea yang menawarkan pengalaman menegangkan dan mendalam, serta berakhir dengan twist yang mengejutkan.

Blue Jay (2016)

blue jay

Blue Jay adalah film drama romantis yang disutradarai oleh Alex Lehmann dan dibintangi oleh Mark Duplass dan Sarah Paulson. Film ini bercerita tentang dua mantan kekasih, Jim (Mark Duplass) dan Amanda (Sarah Paulson), yang secara tak terduga bertemu kembali di kampung halaman mereka setelah bertahun-tahun tidak bertemu. Film ini sebagian besar berfokus pada interaksi intim antara dua karakter ini selama satu hari, ketika mereka mengingat kembali kenangan masa lalu mereka dan merenungkan bagaimana hidup mereka telah berubah.

Film ini menonjol karena gaya visualnya yang sederhana dan elegan, difilmkan dalam hitam putih, yang menambah nuansa nostalgia dan melankolis dalam cerita. Sepanjang film, Jim dan Amanda mengenang masa-masa indah ketika mereka masih muda, namun percakapan mereka juga diwarnai dengan rasa penyesalan dan pertanyaan tentang keputusan yang mereka ambil di masa lalu. Ketika hari berlanjut, mereka mulai membuka diri, membicarakan luka emosional yang masih tersisa dari hubungan mereka.

Salah satu keunggulan utama Blue Jay adalah penampilan luar biasa dari Duplass dan Paulson, yang memberikan karakter mereka kedalaman dan kehangatan yang membuat penonton merasakan ketulusan dalam setiap percakapan. Film ini menyentuh tema universal tentang cinta yang hilang, harapan yang tidak terwujud, dan bagaimana masa lalu selalu membentuk masa kini.

Meskipun sederhana dalam premisnya, Blue Jay berhasil menghadirkan cerita yang penuh emosi melalui dialog yang jujur dan interaksi yang sangat personal antara dua karakter. Ini adalah film yang merenungkan hubungan manusia dengan sangat halus, dan meskipun mungkin terlihat minimalis, kekuatannya terletak pada keintiman dan kejujuran yang mendalam.

Return to Seoul (2022) 

return to seoul

Return to Seoul adalah film drama yang disutradarai oleh Davy Chou, bercerita tentang seorang wanita muda keturunan Korea bernama Freddie (Park Ji-min) yang diadopsi oleh keluarga Perancis saat masih bayi. Freddie, yang berusia 25 tahun, secara spontan memutuskan untuk kembali ke Korea Selatan, negara asalnya, dalam upaya menemukan identitasnya dan bertemu dengan orang tua kandungnya yang telah lama hilang. 

Film ini menggali tema identitas, adopsi lintas budaya, dan pencarian jati diri. Freddie, yang tumbuh dengan budaya dan gaya hidup Prancis, merasa terasing di tanah airnya sendiri. Pertemuan dengan orang tua biologisnya membawa ketegangan emosional, serta konflik antara harapan dan kenyataan.

Dengan penggambaran yang halus dan penuh nuansa, Return to Seoul mengeksplorasi perasaan keterasingan, baik dari sisi budaya maupun emosional, yang dialami Freddie. Gaya visualnya menekankan kebingungan dan pencarian makna, memperlihatkan bagaimana Freddie berjuang memahami siapa dirinya sebenarnya di tengah tarik menarik antara dua dunia yang berbeda.

Film ini mendapat pujian karena narasinya yang intim dan menyentuh, serta penampilan kuat dari Park Ji-min yang menghadirkan karakter Freddie dengan ketulusan dan kompleksitas emosional yang mendalam.

The Worst Person in the World (2021)

the worst person in the world

Film The Worst Person in the World disutradarai oleh Joachim Trier, adalah film drama komedi romantis asal Norwegia yang mengeksplorasi perjalanan hidup seorang wanita muda bernama Julie (Renate Reinsve). Film ini mengikuti kehidupan Julie selama empat tahun ketika dia menghadapi tantangan dalam hal karier, cinta, dan pencarian identitasnya di Oslo. 

Julie adalah karakter yang kompleks dan berlapis, yang mencoba menemukan arah hidupnya di tengah ketidakpastian dan keraguan. Hubungan percintaannya, terutama dengan Aksel (Anders Danielsen Lie), seorang penulis grafis yang lebih tua, dan Eivind (Herbert Nordrum), seorang pria yang ia temui dalam pertemuan yang tak terduga, menjadi inti dari perjalanan emosionalnya. 

Film ini menggambarkan dinamika kehidupan modern dengan sangat realistis, di mana pilihan-pilihan besar terasa membingungkan dan sering kali penuh penyesalan. Joachim Trier menangkap perasaan keraguan diri, kebingungan, dan pencarian makna yang dihadapi oleh generasi muda.

Renate Reinsve mendapat pujian luas atas penampilannya, bahkan memenangkan penghargaan Aktris Terbaik di Festival Film Cannes 2021. The Worst Person in the World adalah refleksi mendalam tentang cinta, kehidupan, dan pertumbuhan pribadi, yang dikemas dengan humor, kejujuran, dan kehangatan emosional.

Drive My Car (2021)

drive my car

Drive My Car adalah film drama Jepang yang disutradarai oleh Ryusuke Hamaguchi, diadaptasi dari cerita pendek karya Haruki Murakami. Film ini mengeksplorasi tema kesedihan, kehilangan, dan rekonsiliasi melalui kisah Yusuke Kafuku (Hidetoshi Nishijima), seorang aktor dan sutradara teater yang sedang berduka setelah kematian istrinya, Oto. Yusuke, yang dikenal sebagai pria pendiam dan introspektif, menerima pekerjaan untuk menyutradarai sebuah produksi teater Uncle Vanya di Hiroshima.

Selama produksi, Yusuke ditemani oleh seorang pengemudi muda bernama Misaki (Toko Miura), yang ditugaskan untuk mengantarnya menggunakan mobil Saab 900 yang menjadi simbol kenangan dengan istrinya. Hubungan antara Yusuke dan Misaki berkembang secara perlahan, dan melalui perjalanan panjang mereka di dalam mobil, kedua karakter ini mulai berbagi pengalaman pribadi dan luka emosional yang mendalam.

Film ini menggabungkan elemen seni teater dengan kehidupan nyata, terutama melalui karya Uncle Vanya, yang mencerminkan rasa kesepian dan penyesalan yang dialami oleh Yusuke. Dengan durasi yang panjang, Drive My Car menggunakan ritme yang lambat dan kontemplatif, memberikan ruang bagi penonton untuk merasakan kedalaman emosi para karakternya.

Film ini mendapat banyak pujian karena penggambaran mendalam tentang emosi manusia dan bagaimana trauma dihadapi. Drive My Car memenangkan banyak penghargaan internasional, termasuk Best International Feature Film di Academy Awards 2022, menjadikannya salah satu film Jepang paling terkenal dalam beberapa tahun terakhir.

All Good (2018)

all good

All Good adalah film drama Jerman yang disutradarai oleh Eva Trobisch. Film ini berfokus pada Janne (diperankan oleh Aenne Schwarz), seorang wanita yang mencoba menjalani hidupnya seperti biasa setelah mengalami pelecehan seksual. Alih-alih melaporkan insiden tersebut atau mencari bantuan, Janne memilih untuk menutupi trauma itu dan melanjutkan hidupnya tanpa menunjukkan emosi atau kerentanan.

Film ini meneliti bagaimana Janne berusaha mempertahankan kendali atas hidupnya dengan berpura-pura bahwa “semuanya baik-baik saja,” meskipun di dalam dirinya terjadi konflik emosional yang besar. Pendekatan Janne yang diam terhadap trauma menjadi inti dari film ini, yang mengungkapkan bagaimana korban pelecehan sering kali merespons dengan cara yang tak terduga atau berusaha menyesuaikan diri dengan situasi yang sulit.

Dengan gaya yang minimalis dan realistis, All Good menawarkan refleksi mendalam tentang trauma, kekerasan seksual, dan dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari. Penampilan Aenne Schwarz dipuji karena kemampuannya mengekspresikan kebingungan emosional dan penyangkalan yang dialami oleh karakternya. Film ini memberikan pandangan yang menggugah tentang dinamika kekuasaan dan bagaimana trauma sering kali disembunyikan dalam kehidupan modern.

Divines (2016) 

devines

Divines adalah film drama Prancis yang disutradarai oleh Houda Benyamina. Film ini mengikuti kisah Dounia (Oulaya Amamra), seorang remaja yang tumbuh di pinggiran kota Paris dengan lingkungan yang penuh kekerasan dan kemiskinan. Dounia bermimpi untuk melarikan diri dari kemiskinan dan melihat kekayaan sebagai jalan keluar dari kehidupan kerasnya. Bersama sahabatnya, Maimouna (Déborah Lukumuena), Dounia memasuki dunia kriminal dengan bekerja untuk seorang pengedar narkoba perempuan yang kuat.

Namun, hidup Dounia berubah ketika dia bertemu dengan Djigui (Kévin Mischel), seorang penari yang membuka matanya pada dunia yang berbeda dari yang selama ini dia ketahui. Pertemuan ini membuat Dounia terjebak antara ambisi untuk kekayaan cepat melalui kejahatan dan harapan akan cinta serta kehidupan yang lebih bermakna.

Divines mengeksplorasi tema besar seperti persahabatan, ambisi, serta kesenjangan sosial dan ekonomi di pinggiran kota Prancis. Film ini juga memadukan unsur kekerasan dengan keindahan seni, terutama melalui karakter Djigui yang menjadi simbol harapan bagi Dounia. Film ini memenangkan Camera d’Or di Festival Film Cannes 2016, dan penampilan Oulaya Amamra dipuji karena intensitas dan kedalamannya dalam memerankan seorang wanita muda yang penuh tekad, namun terjebak dalam dunia yang keras.

Delapan film indie yang dibahas di atas adalah contoh dari kekuatan sinema indie dalam menghadirkan cerita-cerita yang orisinal, emosional, dan sering kali lebih dekat dengan kehidupan nyata dibandingkan film-film blockbuster besar. Film-film ini menunjukkan bahwa ada banyak permata tersembunyi di luar sana yang mungkin terlewatkan oleh para penonton. Dengan waktu dan perhatian yang lebih, film-film ini mampu memberikan pengalaman sinematik yang mendalam dan tak terlupakan.

Jika kamu sedang mencari sesuatu yang berbeda dan lebih intim daripada film-film besar Hollywood, delapan film indie ini adalah tempat yang sempurna untuk memulai perjalananmu ke dunia film-film tersembunyi yang luar biasa.

Tertarik untuk terjun dan berkarir dalam industri film? Kuliah Film di IDS | BTEC aja, Kurikulumnya Terakreditasi UK Lho!

banner ids btec college

IDS merupakan sebuah lembaga pendidikan terkemuka di Indonesia yang mengadopsi standar BTEC, menjadi pilihan utama bagi banyak individu yang memiliki ambisi dalam mencapai pendidikan internasional. Dengan menyelenggarakan program-program unggulan seperti Program Higher National Certificate (HNC) di Level 4 dan Program Higher National Diploma (HND) di Level 5, IDS menunjukkan komitmennya dalam memberikan pendidikan berkualitas yang setara dengan standar D3 di Indonesia. Program-program ini tidak hanya bertujuan untuk mengajarkan keterampilan penting kepada para siswa, tetapi juga menegaskan kesetaraan mereka dengan jenjang pendidikan domestik.

Para lulusan IDS | BTEC memiliki akses kepada beragam peluang karir serta kemampuan untuk melanjutkan studi ke berbagai negara dengan persiapan yang komprehensif. Mereka tidak hanya siap menghadapi tantangan persaingan global, tetapi juga mampu membuka peluang bagi kesuksesan pribadi serta kemajuan masyarakat. IDS, sebagai pilihan utama di dunia pendidikan, memainkan peran yang penting sebagai penggerak utama dalam mendorong pendidikan global.

Dengan menekankan pada standar BTEC, IDS mengakui pentingnya kualitas dan relevansi pendidikan internasional dalam menghadapi era globalisasi saat ini. Melalui kurikulum yang terstruktur dan staf pengajar yang berkualitas, IDS memberikan lingkungan belajar yang mendukung dan merangsang pertumbuhan intelektual serta profesionalisme siswa. Dengan demikian, IDS bukan hanya sekadar lembaga pendidikan, tetapi juga merupakan mitra dalam menginspirasi dan membentuk generasi mendatang yang siap bersaing dalam panggung global. So tunggu apalagi? Yuk Kuliah film di IDS | BTEC!