Blog
MELALUI FILM, PEMERINTAH AJAK ANAK SEKOLAH BELAJAR INDAHNYA TOLERANSI DAN PERBEDAAN
- June 24, 2020
- Posted by: poweruser
- Category: Articles
Pandemi wabah virus Corona yang masih belum mereda, membuat kegiatan belajar mengajar dilakukan di rumah. Agar proses #BelajarDariRumah tidak membosankan, Indonesian Pluralities bekerja sama dengan Yayasan Cahaya Guru meluncurkan program yang menawarkan beberapa film untuk para guru sekolah menengah atas sebagai bahan belajar bersama muridnya.
Film yang diangkat menyampaikan realitas dari keberagaman di Indonesia. Tidak hanya berisikan tentang ‘Bhinneka Tunggal Ika’, tapi juga membahas konflik dan masalah yang terjadi. Film yang ditayangkan juga sengaja dikemas ramah audiens di dunia pendidikan. Berikut deretan film yang dijadikan sebagai bahan pembelajaran sekolah menengah sekaligus hiburan di tengah social distancing.
1. Atas Nama Percaya
Pengetahuan tentang agama merupakan salah satu komponen penting dalam hal edukasi. Film Atas Nama Percaya mengisahkan tentang ratusan komunitas penghayat kepercayaan atau agama leluhur yang telah mengalami sejarah panjang diskriminasi. Sehabis Mahkamah Konstitusi pada 2017 membatalkan aturan pengosongan kolom agama di kartu identitas, ada kemajuan berarti dalam pengakuan hak yang setara terhadap komunitas penghayat. Namun, masih ada sejumlah tantangan masih tersisa. Film ini menampilkan Komunitas Perjalanan di Jawa Barat dan komunitas Marapu di Nusa Tenggara Timur.
Dalam satu film terbagi ke dalam 3 segmen. Segmen pertama yaitu Mengenal Penghayat Kepercayaan. Segmen kedua membahas Sejarah Pengelolaan Keragaman. Sedangkan segmen ketiga, bertemakan tentang Penghayat Kepercayaan Hari Ini. Setelah menyaksikan film, para murid diminta untuk menjawab dan mendiskusikan sejumlah pertanyaan terkait pesan atau refleksi yang didapat.
2. Beta Mau Jumpa
Film edukasi tak luput dari pesan moral yang ingin disampaikan. Seperti film Beta Mau Jumpa, yang memiliki synopsis tentang lima ribu korban tewas dan setengah juga mengungsi akibat konflik Ambon 1999-2002. Film dokumenter dengan durasi 35 menit ini menceritakan upaya para perempuan dan anak muda menggalang perdamaian dan menjembatani kesenjangan hubungan antara Kristen dan Muslim yang telah lama mengalami segregasi pascakonflik.
Segmen pertama membahas tentang Perpisahan dan Upaya Perjumpaan. Bagian kedua mengisahkan Praktik Rekonsiliasi dan tema yang ketiga yaitu Perempuan Bergerak. Murid di sekolah menengah dapat belajar beberapa kosakata baru. Beberapa di antaranya, yakni segregasi, multikultural, relokasi, pengungsi, sentimen agama, kerusuhan, interaksi, rekonsiliasi, resolusi konflik, kesenjangan, dan gerakan perempuan.
3. Unfinished Indonesia
Topik mengenai sejarah sangat panjang dan selalu menarik untuk dibahas. Terlebih tentang kondisi di bumi pertiwi baik ketika dan setelah dijajah. Seperti yang disampaikan oleh film berjudul Unfinished Indonesia. Sinopsis dari film ini membahas tentang 70 tahun lebih Indonesia merdeka, kontestasi ihwal bagaimana peran Islam dalam kehidupan bernegara dan berbangsa belum selesai.
Sejumlah kelompok menginginkan adanya pengistimewaan atau supremasi Islam, dengan alasan antara lain bahwa Muslim merupakan mayoritas di negeri ini. Di sisi lain, organisasi Islam arus utama menyatakan bahwa konsensus bangsa saat ini sudah selaras dengan nilai-nilai Islam.
Para murid akan lebih mengenal lebih dalam tentang nilai-nilai islam yang terkandung dalam film. Sama seperti dua film tadi, Unfinished Indonesia juga terdiri dari tiga segmen. Segmen pertama bertema Aspirasi Supremasi Islam. Segmen kedua yaitu Akar Multikulturalisme dan ketiga adalah Jalan Konsolidasi. Ada sejumlah kosakata baru yang dapat dipelajari, seperti ideologi, inklusif,supremasi, aspirasi, politik identitas, kafir, penistaan, gagasan, eksklusif, multikulturalisme, khilafah, santri, tauhid, FKUB, minoritas, islam inklusif, islam eksklusif, konsolidasi, dan deklarasi.